Secara akademik prestasi pendidikan Indonesia berdasarkan data tahun 2012 yang dipublikasikan pada 3 Desember 2013 hasil pengukuran Programme for International Student Assessment (PISA) dari 65 negara yang disurvey, Indonesia berada pada peringkat 64 untuk IPA, peringkat 60 untuk membaca, peringkat 64 untuk matematika. Prestasi pendidikan Indonesia dibandingkandengan 65 negara lain. Indonesia menjadi juara kedua dari bawah (http://en.wikipedia.org/wiki/)
Dalam aspek
sosial masyarakat kondisi pelajar Indonesia sungguh sangat mengenaskan. Survei
Komisi Nasional Perlindungan Anak terhadap 4500 remaja di 12 kota besar di
Indonesia tahun 2007 yang lalu ditemukan: 97 % Pernah nonton film porno
93, 7% Pernah ciuman, petting, oral seks 62,7 % Remaja SMP tidak
gadis
21,2 % Remaja SMA pernah aborsi(http://health.liputan6.com/read/302884/komnas-pa-212-persen-remaja-pernah-aborsi).
Sementara
Kepala BKKBN, Sugiri Syarif pada tanggal 28 Nopember 2010 saat peringatan hari
AIDS se dunia pernah menyampaikan bahwa 51 dari 100 remaja putri di Jabodetabek
sudah tidak gadis. Di Surabaya tercatat 54%, Bandung 47%, Medan 52%, dan
Yogyakarta 37%. (http://hizbut-tahrir.or.id/2010/11/29/duh-bkkbn-catat-51-remaja-jabodetabek-tidak-perawan/).
Sebelumnya
beredar video porno yang dilakukan oleh dua bocah SD. Kedua bocah tersebut
melakukan hubungan layaknya suami istri. Aksi mereka ditonton oleh
teman-temannya. Belum diketahui secara pasti lokasi pengambilan gambar
tersebut. Beredarnya video mesum bocah membuat banyak pihak geram atas
perbuatan yang dilakukan kedua bocah itu. Kepolisian pun diminta mengusut video
tidak senonoh yang sangat miris dilihat itu (http://www.kpai.go.id).
Ada apa
dengan dunia pendidikan kita? Mengapa para guru dan kepala sekolah
beramai-ramai mencurangi ujian nasional dengan tanpa mengenal malu atau pun
takut? Bukankah sekolah adalah tempat di mana kejujuran sebagai benteng moral
diajarkan dan ditegakkan? Mengapa tiba-tiba para pendidik yang semestinya
menjadi benteng moral justru melakukan tindakan yang sangat bertentangan dengan
nilai-nilai pendidikan itu sendiri? Mengapa himbauan, ancaman, sanksi, hukuman
dan bahkan penjagaan super ketat tidak mampu mencegah terjadinya kecurangan dan
ketidakjujuran Ujian Nasional? Tak ada masa ketika UN tidak dicurangi. Bahkan
hasil penelitian Balitbang Kemdiknas pada hasil UN yang berupa laporan berjudul
Indeks Obyektifitas menunjukkan hasil yang sangat mengejutkan. Hampir 90% hasil
UN siswa di seluruh Indonesia ditengarai terjadi kecurangan yang
bertingkat-tingkat derajat kecurangannya mulai dari 10% sampai dengan 100%.
Sekitar 9 dari 10 sekolah melakukan kecurangan, demikian kesimpulan dari
laporan Indeks Obyektifitas tersebut. (http://satriadharma.com/2011/05/02/ujian-nasional-pembangkangan-lawan-pembangkangan/)
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Memperhatikan UU No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dalam pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Pada pasal 40 ayat 2 pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban (1)
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan dialogis, (2) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan (3) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan
kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Setelah
menganalisis data-data di atas dan memperhatikan UU No. 20/2003 tentang
Sisdiknas, maka Direktur SIT NURUL ISLAM KREMBUNG membentuk tim direktorat
untuk bekerja secara sistematis mengembangkan: (1) sistem manajemen sekolah
berbasis mutu, (2) melakukan pendampingan kepada Kepala Sekolah dan Guru
sebagai pendidik di sekolah, dan (3) melakukan revitalisasi peran masyarakat
sebagai pendidik di rumah. Ketiga hal itu disinergikan agar SIT NURUL ISLAM
dapat mewujudkan VISI: Meluluskan
generasi shalih, mandiri, dan berdaya saing global. Pembinaan,
pengembangan profesi dan kinerja guru dilakukan secara sistemik dan terstruktur
untuk membentuk kepribadian pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) agar dapat
memberikan MASLAHAH For The Best
Generation. Maslahah merupakan
integrasi dari kepribadian Muslih, Andal, Shalih, Layanan, Amanah, Harmoni,
Aman, Holistik. Muslih : PTK harus mampu menghadirkan iklim yang kondusif bagi
warga sekolah untuk melakukan kebaikan dan perbaikan lingkungan sekolah. Andal
: PTK melaksanakan tugas secara profesional, target ekselen dan dapat
diandalkan. Shalih : PTK menjadi teladan bagi semua warga sekolah untuk
melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. Layanan: PTK memberikan
pelayanan dengan Resik (Ramah, Efektif dan Efisien, Sopan dan Santun, Inovatif,
dan Kredibel). Amanah : PTK dapat dipercaya, jujur dan bertanggung jawab. Harmoni:
PTK terus belajar untuk menghadirkan gagasan /ide dan keserasian. Aman : PTK mengantisipasi dan
menghindarkan bahaya atau gangguan lingkungan. Holistik: PTK berkerja
dengan tersistem dan menyeluruh. Inilah wujud komitmen dalam melakukan
pembenahan sistem pendidikan yang dimulai dari yang kecil, mulai dari diri
sendiri. Semoga menjadi kontribusi untuk mewujudkan lahirnya Generasi Emas 2045. Generasi
SMART For Better Life.
Selama ini masyarakat sering memilih sekolah karena fasilitas fisiknya, banyak muridnya. Mesitinya sebagai orang tua murid kita sebelum menentukan pilihan sekolah bagi buah cinta dan hatinya itu sebaik dicek terlebih dahulu bagaimana program pendidikannya, kurikulumnya, karakter dan kinerja gurunya apa diukur dan dibina ? (Atho’illah)
0 komentar:
Posting Komentar